CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 16 September 2013

SPJ, LPJ. Stempel dan "Abdi Negara"


Adek tingkat baru aja cerita tentang mekanisme pencairan duit yang sulitnya ampun - ampunan. Duh, itu mah saya juga bingung. Lieur pisan perasaan ngurus begituan disini. Diawal katanya udah disepekati dapat dana “sekian”. Pas pencairannya kok ya susyaaah amat.. -___- 

Ini nih si biang kerok yang namanya SPJ, harus begini – bgitu – begini – begitu. Harus ada stempel toko + ttd nya lah, belum kalau salah ketik.. padahal ujung – ujungnya bikin LPJ juga penjabarannya ada di situ – situ juga, kan awalnya juga di muka udah deal disepakati dapat dana “sekian”. Eleuh eleuh..

Logikanya ya, tidak semua toko itu punya stempel. Contohnya : mau beli arang masa kudu beli ke supermarket? Itu mah biasa bertebarannya di pasar kalee, dan mereka pada nggak punya stempel. Ah, katanya titik titik titik kerakyataaaannn? Tapi mau belanja sama rakyat kecil (secara tidak langsung) ditolak (karena nggak ada cap stempelnya). Aduh, nasiiib..

Belum lagi, panitia biasanya bakal nombok. Mending serebu dua rebu, lah kalo acaranya jut – jutan, em em-an semacam acara gede gitu? Itu juga padahal bawa nama baik tempat bernaung bos besar kok.. Ngek, duit kosan aja belum dibayar tuh. Kesian.. Soalnya nih ya, duit baru bisa cair setelah ada nota dan SPJ yang udah di cap toko. Lah gimana bisa dapat nota kalau belum bayar? Duit siapa kaleeeee? Masak harus bilang ke emak gue kalau mau hutang buat nalangin acara ini itu? Beasiswa aja belum turun turun. Bendahara juga sering tekor gegara ngeprint SPJ yang tertolak. Yang tukang beli – beli juga bakal kena damprat bendahara kalau beli di toko nggak ada capnya. Bendahara kena damprat yang nerima SPJ, yang nerima SPJ kena damprat atasannya, atasannya ken damprat atasannya lagi, lagi lagi lagi lgi. Coret coret, tanda silang. Puk puk...

Terus gimana coba kalau udah terlanjur nggak ada cap? Duit nggak cair? Jangan salahkan kalau rakyat bawah pada bikin cap palsu atau semacamnya untuk proses pencairan uang. Yang sebnarnya duitnya itu bukan duit dia. Itu duit lembaga, itu duit acara. Tapi dia harus muter otak supaya duit panitia bisa balik & nggak nombok. Hayooh loohh, ini model pembelajaran macam manaaaa?. Akhirnya yang bisa keluar hanya “nggak mau tau, pokoknya kudu gitu”. Buseeettt,, gue buka jasa pembuatan stempel murah untuk semua toko aja kali yaa? Mungkin bisa laris manis :3 Alhamdulillah-nya kalau rakyat jelata orangnya pada baek – baek, jujur – jujur, zuhud..

Ini sebnernya kenapa sih? Sistem oh sistem. Rakyat bawah nurut aja dulu kali ya? Kalau yang atas gimana? *ngggggg*

Kunci sukses dimana – mana emang harus ada yang namanya KEJUJURAN dan kesabaran. Yah, gitu deh. Coba kalau dari awal semua makhluk bernama manusia itu jujur, kan imbas untuk manusia yang bergelut dengan keuangan sekarang  juga nggak bakal gini – gini amat nasibnya. Jujur dan saling percaya (eaaaaa).

Hoahmmm, semoga pemangku kebijakan dimanapun keberadaannya bisa dengan bijak memangku kebijakannya *apasih*. Jujur, jujur, jujur. Pertanggungjawaban bukan hanya sebatas dalam lembaran – lembaran SPJ dan LPJ. Laporan Pertanggungjawaban ke Allah itu yang utama.

Untuk bendahara di seluruh alam titik titik titik (yang katanya) kerakyatan, sabar ya. Semoga bisa jadi pelajaran buat kita ke depannya. Untuk selalu jujur, amanah dan TIDAK MEMPERSULIT rakyat jelata. Mari kita belajar, belajar dan belajar. Cukup jaman kita, semoga kedepan bisa jauh lebih baik.. :D


*mengnang satu tahun yang lalu saat masih sering “ngiketin” duit pake karet*

1 komentar: