Edisi
mengenang dulu perjuangan masuk FLP Yogyakarta angkatan XV. Hehe.. Essay ini adalah tugas yang harus dibuat selain harus juga membuat karya bebas. Daripada cuma dimiliki
oleh pribadi (cuma ada di file laptop) dan panitia oprect FLP Jogja angkatan XV
(kalau masih disimpen), mending saya bagi – bagi deh^^. Bismillah.. :)
Aku, FLP dan
Dakwah Kepenulisan
Saat
rasa itu tumbuh, geloranya kian bergemuruh merajai setiap sudut – sudut
sanubari. Memberikan selaksa makna keindahan, cinta, ketenangan dengan
menyudahi kemarau yang kian menggersang Adalah menulis ketika dirasa mampu
menyingkirkan sumbatan aliran sungai yang akan menggaliri sawah – sawah desa. Adalah
menulis, ketika tinta – tintanya deras mengalir menyatu dengan segala rupa asa
dan impian. Adalah menulis ketika jemari ini menari – nari membersamai deretan
huruf acak hingga menjadikannya buket cinta dalam bentuk kata – kata.
Menulis
bukanlah aktvitas baru bagiku. Dibesarkan dalam keluarga pendidik yang
mencintai buku membuatku akrab dengan buku – buku. Walau diawali dengan
aktivitas coret – mencoret dan membolak - balik halaman untuk melihat gambar –
gambar ketika masa kanak – kanak dulu. Ternyata hal tersebut berhasil menyemai
benih – benih cinta pada diri ini untuk mengeja setiap huruf, membaca kata
perkata dan tenggelam masuk ke dalam topik maupun cerita – cerita yang sedang
ku baca. Bermula dari membaca, saat mengagumi hasil karya tinta - tinta yang tertuang, teranggkai dalam goresan
cerita dan cinta.
FLP
pertama kali ku kenal ketika duduk dibangku SD. Ketika beberapa buku dari FLP
tergeletak di kamar, milik saudara perempuanku. Tertulis Forum Lingkar Pena
(FLP) yang terbaca ada di cover nya. Kisah – kisah fiksi dan non fiksi
berhikmah yang dikemas indah dengan berbagai nama pena penulis – penulisnya
yang luar bisa. Hingga terbersit keinginan saat usia SD : aku ingin seperti
mereka, yang bisa memenuhi rak buku dengan nama pena ku yang tersemat di
dalamnya.
Masa –
masa SMP, masa dimana aku mulai tersentuh dengan dunia menulis. Setelah sempat
hanya menjadi penikmat karya –karya yang tergores dalam kertas. Kerinduan itu
perlahan datang, kerinduan untuk memulai menulis. Dimulakan dengan menulis
puisi – puisi, catatan harian dan sesekali dengan menulis cerpen. Seperti tank
yang terus menerus diisi air, lama kelamaan akan membludak juga. Begitupun
dengan karya – kayaku. Timbunan kata – kata itu akhirnya menyeruak bukan hanya
untuk konsumsi pribadi. Teman – temanku mulai menikmati, walau entah “rasa”
dari tulisanku seperti apa. Atau jangan – jangan mereka hanya pura – pura
menikmati saja. Entahlah. Yang ku tahu, menulis dan berbahasa adalah tentang
rasa. Tidak boleh ada vonis untuk karya seseorang, karena itu tentang rasa.
Aku
semakin menyadari dengan asyiknya menulis. Aku bisa menjadi siapapun, menjadi
apapun, dan bisa pergi kemanapun dan melakukan segala sesuatu yang ku inginkan.
Ya, tergantuung tokoh yang ku utus masuk ke dalam cerita yang ku buat. Bagiku
menulis bukan hanya sekedar menuangkan kata – kata, terlebih di dalamnya saat
“ruh” itu berhasil membuat hidup tulisan yang ku buat. Bukankah Allah
memberikan hidayah-Nya lewat berbagai cara? Bisa saja salah satunya adalah
lewat sentuhan kata.
Ritual
kepenulisan hingga saat ini masih ku lakukan. Hasil goresan penaku banyak yang
hanya sebatas menjadi konsumsi pribadi, teman – teman sekitar, dan beberapa
yang muncul di buletin kampus atau dikirim ke media online. Belum pernah
dilombakan, apalagi dibukukan. Mungkin beda hal-nya dengan lomba karya ilmiah
yang selalu aku buat bersama tim.
“Sebaik
– baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.” Kalimat itu sudah
berhasil menohok langit – langit hati. Banyak orang yang menginginkan dirinya
bermanfaat, dan sebuah kesalah besar jika potensi kebermanfaatan itu tidak bisa
dimanfaatkan untuk sebuah kemaslahatan. Menulis. Di tapak tangga yang baru ini
aku mencoba menaikan grade. Mencoba mengepak sayap dengan menyadari
deret huruf ini tidak boleh hanya terhenti dengan keberadaannya di file -
file dokumen laptop ku.
Sebuah
letupan semangat, entah dimana aku mendapatkan kata - kata ini : “Mujahidah
Berpedang Pena.” Dan aku ingin menjadi seperti itu. Berharap bersama lingkaran
ini, aku bisa tumbuh belajar bersama mereka. menguntai kata dengan cinta hingga
menjadikannya cinta. Menguatkan tekad untuk menebar kebaikan. Memangkas resah
dengan tinta dakwah juga menghujani bumi Allah dengan tetes –tetes tinta dakwah.
Semoga Dia yang menjadikanku ada meridhoi akan langkah – langkah ini.
Bersama
purnamanya Jogja
^^/