Guru BK
saya di SMA mengatakan bahwa :
“Lulus dari SMA, adalah gerbang pertama kalian untuk
mencapai cita – cita kalian.” Kira – kira begitulah yan disampaikan Bu Subiyati
guru Bimbingan Konseling di SMA saya. Jazakillah khair ibu atas segala
bimbingan dan kesabaran yang telah ibu curahkan kepada kami, juga terimakasih
kepada wali kelas saya di XII IPA 2 ibu Linda Fandayani atas kesabaran dan ketelatenannya,
jazakillah ibu.. :)
Memang benar, bahwa langkah berat itu mulai terasa
saat harus memutuskan langkah setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah
menengah atas. Melihat semuanya semakin dispesifikan dari Universitas,
fakultas jurusan sampai dengan program studi. Semua tentu akan bermuara pada
langkah yang akan menjembatani cita – cita kita. Cita – cita idealis seorang
anak SMA : guru, dosen, dokter, insinyur dan lain – lain sederet profesi PNS
lainnya.
Saya sudah pernah merasakan masa – masa
itu, masa – masa yang sangat sensitive. Bisa dibilang persaingan, idealisme,
keinginan dan harapan. Melihat teman sebangku sudah diterima di universitas
yang diinginkan, melihat tetangga kelas bergembira diterima di jurusan yang
diminatinya, melihat melihat melihat. Ah, kapan giliran saya? Beban dipundak
terasa berat. Kita masih terkatung – katung dengan idealisme PTN, jurusan
favorit dan atribut alinnya yang sebenarnya telah membuat was – was dengan
ketidak nyamanan.
Disitulah lingkunan mulai bermain
peran. Seolah – olah kita dipksa harus satu frame dengan mereka.
“Bahwa yang keren adalah yang Peruruan
Tinggi Negeri yang terkenal.”
“Bahwa yang kece adalah program studi
yang ketat peminatnya, semakin ketat semakin cemerlang masa depannya.”
Hey, apakah kita lupa akan sekeping
hati yang perlu didengarkan kejujurannya? Sebenarnya apa yang hendak kita cari?
Popularitas kampuskah? Dapat gengsi karena masuk jurusan favorit kah? Ah,
jangan jangan kita belum bangun dari tidur, hingga kita tidak sadar bahwa yang
membuat besar nama mereka bukanlah kita. Bukan karena kita universitas itu
menjadi yang terbaik di sini, bukan karena kita pula-lah program studi itu
menjadi yang terfavorit. Ingat, ada pendahulu – pendahulu kita yang sudah
membesarkan.
Bukan, bukan maksud saya untuk tidak memilih
kampus yang ternama ataupun jurusan favorite. Saya hanya ingin kembali
meluruskan apa yang dulu saya rasakan, tentang frame cara pandang yang tercipta
seperti itu. Banyak dari kita yang memaksakan kehendak. Kehendak untuk nebeng
populer, sembunyi di balik nama besar almamater. Padahal hati kita masih terganjal
dengan sebongkah rasa ketidak-sreg-an dalam menjalani. Kita terlalu ambil
pusing akan celoteh orang – orang.
Suatu ketika, saya diceritakan sebuah
peristiwa dari kakak saya yang seorang guru di sebuah SMP Negeri. Hari itu ada
seorang alumni SMP tersebut yang bersilaturahmi kepada guru – guru disekolah.
“Sekarang kuliah dimana? Ambil jurusan
apa?” seorang guru melontarkan pertanyaan kepada alumni tersebut.
Kemudian alumni itu menjawab bahwa dia
masuk salah satu jurusan (tidak saya sebutkan) di sebuah PTN.
Dan seusai menjawab, guru tadi kembali
menimpali :
“Ah kalau ambil jurusan itu mau jadi
apa nanti kalau mau kerja?”
Gubraaaakkkk, ini omongan seorang
pendidik atau bukan, ya? Hmm.. inilah pola pandang yang banyak digunakan orang –
orang. Mematok dengan standar sendiri dan seenak jidat bahwa yang bagus adalah
A, yang jelek adalah B, yang cerah adalah C, yang suram adalah E. Lupa ya?
kalau sebuah universitas membuka sebuah prodi (program studi) pasti sudah
dipikirkan masak – masak, apa gunanya apa prospeknya dlsb. Tapi sayangnya,
lingkungan dengan gampang membuat kontroversi dalam hati – hati manusia yang
sedang mengalaminya.
Itulah jebakan – jebakan permainan
lingkungan yang akibatnya kita abai dengan sekeping hati yang kita miliki, abai
dengn kebahagian atas sesuatu yang kita senangi, abai dengan hobi kita, abai
dengan kenyamanan kita, abai dengan sesuatu yang kita cintai, abai dengan
sesuatu yang mudah yang bisa kita kerjakan dengan senyuman. Kita terlalu
berpikir berat : “Bagaimana nanti kata orang?”. Bukankah hidup ini adalah untuk
kebahagiaan.
Iya,, ini tentang pilihan – pilihan besar
yang harus kita putuskan. Memilih karena nama besar, memilih karena gengsi,
memilih karena keren. Atau memilih dengan hati, memilih sesuai dengan yang kita
sukai yang bisa kita nikmati dengan indah prosesnya? Kadang kita tidak peka
merasa, bahwa lingkungan sudah menjajah hati kita. Atau bisa jadi kita terlalu
mengabaikan.
Jelasnya, contohnya seperti ini : kita
sangat tidak nyaman dengan pelajaran A, tapi kita memaksakan untuk masuk
jurusan AB yang didalamnya penuh dengan pelajaran A tadi. Contoh lain : nggak
peduli apa nanti yang akan dipelajari, yang penting saya mau masuk kampus Z
(titik). Oke, mungkin dimuka sebelum kita mendalami lebih jauh tdak terasa apa –
apa. Tapi semakin jauh baru akan terasa bagaiman “gejolaknya”. Bersyukurlah
jika bisa menyesuaikan, tapi memilih tidak sesuai dengan kecintaan memiliki
resiko lebih besar jika dibandingkan dengan pilihan yang sesuai dengan hati.
Ini tentang kita yang menjalani, ini
tentang kita yang melakukan, ini tentang kita yang merasakan, ini tentang kita
yang akan menempuh keseluruhan perjalanannya.Bukan orang lain yang merasakan
prosesnya, ujung – ujung nya paling mentok, mereka hanya akan menjadi penonton dan komentator setia.
Lalu apakah kita mau terseok – seok dengan urusan hati, urusan kemampuan? Ah,
sudahlah.. berkata jujurlah pada hatimu sendiri. Kita memilih karena suka, kita
memilih karena memang berbakat pada hal itu, kita memilih karena passion-nya di
bidang itu atau karena yang lain?
Oleh karena itu saya menyarankan,
pilihlah jurusan yang hendak kalian pilih itu sesuai dengan yang kalian sukai,
sesuai dengan hobi, sesuai dengan passion. Berusahalah sekeras mungkin,
pilihlah kampus yang kalian sukai. Jangan sampai menyesal dan terseok – seok akibat
alasan salah jurusan. Libatkanlah hati kecil kita, jangan bohongi dia dengan
kegengsian semu.
Jika ada keinginan dan kemauan kuat,
memang ilmu tersebut dapat kita pelajari. Tapi kan terjadi perbedan antar yang
nyaman dan tiiddak nyaman. Akan terjadi perbedaan kecepatan, akan terjadi
bedanya lejitan – lejitan prestasi dan lainnya. Maka dari itu pilihlah sesuai
dengan apa yang kamu mau, jadilah apa yang kamu mau.
Oke, contoh konkret-nya begini : kamu
suka sesuatu yang berhubungan dengan binatang, bisa di bilang kamu penyayang
binatang, pelajaran yang kamu suka adalah biologi dan kamu paling empet sama
yang namanya fisika dan sodara – sodaranya yang berwujud angka. Tapi kamu
memaksakan diri untuk masuk teknik (misal teknik mesin). Keren memang, tapi
kamu merasa itu bukan kamu banget.Emang bisa enak buat ngejalaninnya?
Adalagi contoh : mbuh opo wae jurusane, asal aku iso mlebu kampus kuwi!
Baiklah cuap – cuap saya diatas adalah
ocehan pencegahan terjadinya salah jurusan yang bisa berdampak pada
kelangsungan studi kita dan dampak masa depan kita. Sekali lagi, libatkanlah
hati, janan mekso dan pastinya
libatkanlah yang Maha Memiliki Hati.Tanyakan padanya jalan manakah yang mesti
di tempuh? Jangan lupa juga komunikasikan segalanya dengan orang tua.
Dalam momen menyambut mahasiwa baru
yang sebentar lagi di UGM akan dilaksankan pada bulan September, ataupun momen
ospek seluruh universitas yang ada di Indonesia. Bersyukurlah... Namun jangan
berbangga dengan berlebihan. Ingat, bukan kamu yang membuat namanya menjadi
besar, tapi hasil kerja keras orang – orang sebelum kamu. Tanpa kamu pun, nama
kampus itu tetap besar. Jangan berlebihan, karena jatuh dari tempt yang lebih
tinggi sakitnya kan lebih dahsyat dibandingkan dengan yang jatuh dari tempat
rendah. Jangan sembunyi dibalik nama besar kampuus!
Bukan berarti saya tidak bangga dengan
UGM, saya bangga tapi saya tidak mau berlebihan. Saya mau mawas diri, tanpa
saya pun kampus ini tetap dikenal. Lalu apa hak saya untuk lebay? :p Walau sekarang
dan setelah lulus nanti insya Allah saya akan tetap mencintai kampus biru ini,
berapa keping perjalanan jejaknya masih terceecer di kampus ini :D
Daan... bagaimana dengan orang yang
sudah kadung nyemplung “salah jurusan”? Sebenarnya secara logika jurusan tidak
boleh dipersalahkan. Lha wong kita yang sudah milih? Hehe.. Tidak ada pilihan
lain selain lanjutkan sampai tuntas, atau pergi dengan apa yang kita suka
(artinya mengulang dari awal). Kalu saran saya lebih baik bismillah kita
selesaikan sampai tuntas! Mari kita buktikan. Meski mungkin terseok – seok.
Carilah prestasi di sela – sela nya.. Tapi, kembalikan semuanya pada hati kita,
orang lain hanyalh sebagai referensi. Hehe :)
HAMASAH^^ Allah bersama kita...
*Sumber gambar :
dari risnawatiririn.wordpress.com , media.kompasiana.com , kacamatainspirasi.blogspot.com dan dari nggunross.blogspot.com
tulisannya bagus..
BalasHapussuka :)
terimakasih mbak.. :)
Hapussmoga manfaat^^
terimakasih banyak kak, sy jadi makin mantep baca ini. saya maba ugm 2014 dan mogamoga nggak salah jurusan hihi
BalasHapus