CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 01 Juni 2013

Dzikrul Maut


Mengingat perkara kematian maka sejatinya mati itu pasti akan datang menjelang. Entah berapa puluh tahun lagi, berapa bulan lagi, berapa jam lagi atau setelah menyelesaikan tulisan ini saya tetiba sudah  mati bahkan ketika belum sempat menyelesaikannya saya sudah mati. Siapa yang tahu?

Mati adalah suatu kerinduan bagi jiwa – jiwa yang senantiasa mempersiapkan segalanya dengan matang dan baik. Ya, adakalanya mati itu bisa dibilang seperti  ujian pendadaran untuk memperoleh gelar sarjana. Siapa yang mempersiapkan dengan baik tidak akan merasa takut, tidak merasa khawatir kapan ujian pendadaran itu akan datang. Karena dia sudah SIAP. Mati juga adakalanya seperti pretest yang diadakan dosen di awal kuliah. Siapa yang malamnya terlebih dahulu sudah belajar, maka dia akan bisa melalui ujian itu dengan santai dan percaya diri.
Beda pasal saat kita menghadapi kematian. Jika ujian – ujian di dunia banyak yang menghasilkan nilai – nilai prestasif yang dibuat oleh manusia, maka mati sama sekali tidak. Mati mutlak ditentukan oleh Allah kepada si cantik, si tampan, si kaya, si miskin, si cerdas ber IPK 4, semuanya. Semua pasti mendapat giliran itu. Tinggal menunggu waktu, siapa yang  terlebih dulu melaju. Yang tua tidak akan bisa menjadi patokan bahwa yang tua yang akan terlebih dahulu mati. Tidak, tidak sama sekali. Kita mengantri, seperti orang yang mengantri pada kasir. Tidak peduli tua muda, semuua sama dalam antrian.

Jangan dikira saat ini badan kita bugar, sehat dan kesuksesan yang semakin meroket membuat mati kita semakin menjauh. Berfikir “nanti saya mati dikala usia senja, tertidur abadi di atas ranjang empuk disertai senyuman” itu hanya ada dalam dunia dongeng. Nyatanya Rasulullah yang sudah terjamin surga saja masih bisa merasakan rasa sakit. Sakit yang teramat saat nyawa mulai terangkat. Jangan dikira saat umur kita masih muda belia, kuat bisa berlari sejauh yang kita mau maka mati akan menghindari umur muda kita. Sepatutnya kita berkaca pada anak – anak yang tak berdosa, yang belum tahu hakikat hidup sebenarnya. Yang mereka tahu Islam adalahh kemuliaannya. Iya, anak – anak kecil Palestina yang sudah berjuang sedemikian rupa. Sepatutnya kita mengambil pelajaran terhadap tokoh – tokoh yang tersiarr di TV banyak dari mereka yang masih muda, sehat bugar kemudian tetiba mati. Sesungguhnya tindak – tanduk kita hanyalah butir – butir debu yang terhempas jika tanpa ada daya dari Allah Sang Maha Penentu. Semesta ini selalu mengajarkan...

Betapa kematian adalah sesosok waktu yang paling dekat dengan kita. Tak pandang kita ada di kampus, di rumah, di pasar bahkan di masjid sekalipun dia setia membersamai kita. Tak pandang hari, tak pandang minggu, tak pandang bulan bahkan dalam cacahan per mikro sekonnya dia membersamai kita. Tak peduli kita akan berakhir dalam keadaan apa, bersama siapa, dimana dan bagaimana prosesnya. Sayangnya betapa sering kita mengabaikan, menganggapnya jauuuuuh bahkan dalam hitungan hari kita mudah sekali untuk melupa. 

Sementara 24 jam kita sama, bumi kita masih sama – sama berotasi  sama sama masih mengelilingi matahari. Tapi kenapa pada babak akhir akan ada yang syahid dan ada yang tidak. Ah, bukankah Allah adalah sebaik – baik penentu? Tugas kita hanyalah berusaha, berupaya dan berdoa.
Mati itu pasti.. Sudah seberapa beratkah bekal ini?
Semoga kita bisa mempersembahhkan akhir yyang terbaik..
Astaghfirullah.. laailaaha illa anta subhanaka inni kuntu minazhaalimiin..           


:. Teruntuk saudari seimanku tersayang, betapa aku ingin segera pergi kesana untuk menghapus air matamu. Merengkuhmu. Semoga beliau ditempatkan pada tempat yang terbaik disisi Allah.. Sabar ya...

sumber gambar dari sini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar